
Title : A Trouble -oneshoot-
Cast : Choi Jun Hong (Zelo B.A.P)
Genre : family life
Note : typo's everywhere. Please RCL! Hargai karya saya please
Author : A. Rusli
Cover by : A. Rusli
Facebok : Andini Annarchy Rusli (Andin)
-Author POV-
Junhong terbangun dari tidur nya saat ia mendengar bunyi mobil di depan rumah nya. Ia berjalan ke arah jendela kamarnya dengan mata yang masih terkantuk. Melihat siapa yang akan pergi atau datang malam-malam begini?
Ia melihat ibu dan kedua kakak nya memasuki mobil itu. Sebelum memasuki mobil, ibu nya melihat ke arah jendela kamar Junhong. Terkejut melihat Junhong sedang memperhatikan mereka dan terburu-buru masuk ke dalam mobil itu. Kemudian mobil itu melesat pergi meninggalkan kediaman rumah keluarga Choi.
Junhong tersenyum melihat nya, entah untuk alasan apa ia tersenyum dan berpikir 'ah mungkin ini hanya mimpi buruk? Ibu dan kedua kakak ku tak mungkin pergi meninggalkan ku'. Junhong kembali berjalan menuju tempat tidur nya dan terlelap kembali, berharap bahwa akan ada keadaan yang lebih baik saat ia terbangun esok.
**
Junhong terbangun pagi-pagi sekali. Menggeliat kecil dan merenggangkan badan nya. Ia berjalan menuju kamar kakak pertama nya, Choi Jun Sik.
"Hyung! Buka pintu nya! Aku ingin masuk!"
Tak ada jawaban.
"Hyung! Apa kau belum bangun?"
Masih tak ada jawaban.
"Ck! Baiklah aku akan masuk!"
Junhong membuka pintu kamar Junsik, tak ada siapapun. Kamar nya sudah rapih. Mungkin ia sudah turun ke bawah untuk sarapan?
Junhong kembali berjalan ke kamar kakak kedua nya, Choi Jun Ki.
"Hyung, apa kau sudah bangun?"
Tak ada jawaban.
"Hyung, buka pintu nya!"
Tetap tak ada jawaban.
"Ishh! Baiklah akan ku buka kalau hyung tidak menjawab! Jangan salahkan-."
Ucapan Junhong terhenti ketika melihat kamar Junki juga tak ada siapapun dan kamar nya juga sudah rapih. Junhong kembali berpikir bahwa mungkin hyung nya itu sudah ada di bawah sana untuk menunggu nya bangun dan kemudian sarapan.
Junhong berjalan gontai ke bawah, menuruni anak tangga dengan perlahan. Tapi saat ia melihat ke meja makan dan dapur, tak ada siapapun.
"Junsik hyung, Junki hyung, kalian dimana?" Teriak Junhong.
Tak ada jawaban.
Junhong berlari menuju kamar orangtua nya, berharap bahwa kedua kakak nya bersembunyi di dalam kamar orangtua nya.
"Eomma! Kemana hyung per-." Lagi-lagi ucapan Junhong terhenti saat ia tak menemukan siapapun di dalam kamar orangtua nya. Namun kamar ini berantakan dan kacau, tidak seperti kamar kedua kakak nya.
Junhong berpikir, apa mungkin mereka sedang bermain petak umpet? Mencoba menjahili nya kemudian memberikan nya sebuah kejutan? Tapi atas dasar apa kejutan itu? Tak ada yang spesial hari ini. Junhong juga tidak berulang tahun saat ini.
Junhong terus memikirkan nya sambil berkeliling rumah nya. Tapi hasil nya adalah....
Kosong
Nihil
Zero
Zonk
Tak ada siapapun di rumah nya saat ini. Kemana mereka semua pergi? Junhong tidak terlalu memikirkan kemana ayah nya pergi karena ayah nya sudah pasti belum pulang dari bar dan acara mabuk-mabukan nya. Ck! Sosok seorang ayah yang sangat buruk.
Kembali ke pembicaraan awal. Kemana ibu dan kedua kakak Junhong pergi? Bahkan mobil ibu nya pun tak ada di bagasi rumah nya. Tiba-tiba Junhong teringat pada mimpi nya semalam. Mimpi? Mungkinkah itu bukan mimpi? Tapi kenapa? Kenapa mereka pergi meninggalkan Junhong? Atas alasan apa mereka berbuat seperti itu?
"Yak! Dimana kalian semua?!" Teriak Junhong frustasi.
CEKLEK
Pintu depan rumah nya terbuka. Muncullah sosok sang ayah -tak berguna- dari baik pintu. Bau alkohol tercium sangat menyengat dari badan ayah Junhong.
Junhong menatap tajam ayah nya.
"Ada apa bocah kecil? Kenapa kau menatap ku seperti itu?"
Junhong diam. Tak merespon.
"Oh! Kau pasti mencari kedua kakak mu dan wanita sialan itu bukan?"
Junhong masih diam.
"Sayang sekali. Mereka semua sudah pergi! Pergi! Pergi meninggalkan kau dan aku."
Hening. Junhong masih enggan menjawab.
"Kau pasti bertanya bukan apa alasan mereka pergi?"
"Tak perlu kau jawab pun aku sudah tau! Mereka pasti pergi karena tak tahan dengan sikap mu!" Akhir nya Junhong angkat bicara.
"Ckck! Kau pintar rupa nya. Lalu kenapa mereka tak mengajak mu? Apa kau tau jawaban nya?"
Junhong diam. Ia tak tau. Sebenar nya ia juga penasaran alasan nya.
"Diam? Ckck! Tentu saja kau akan diam. Dengar! Sebenar nya kau itu bukan anak ibu mu. Oh! Kau anak ku. Tapi bukan dari rahim ibu mu. Kau itu anak dari wanita jalang penggoda di bar itu. Dia menggoda ku lalu hamil dan tak mau bertanggung jawab mengurus dirimu. Dia menyerahkan mu padaku saat kau lahir. Ck! Menyusahkan! Kenapa ia tak membunuh mu saja saat kau masih dalam kandungan nya?"
Junhong tak percaya atas apa yang ayah nya katakan. Junhong mengepalkan lengan nya menahan emosi. Benarkah itu? Apa ia harus percaya? Tapi...
"Arghh! Diam kau!" Teriak Junhong sambil pergi ke kamar nya dan membanting pintu sekeras-keras nya.
"Ck! Dasar anak pembawa sial!" Ucap ayah Junhong sambil berjalan sempoyongan ke kamar nya.
* *
Junhong terbangun dari tidur nya dengan mata sembab. Seharian kemarin ia terus menangis dan tak keluar kamar. Junhong lapar, tapi ia tak mau keluar kamar dan bertemu dengan ayah -tak berguna- nya itu.
Junhong berharap bahwa hal yang terjadi kemarin adalah mimpi. Tapi itu tak mungkin. Ia tak bisa berharap bahwa semua ini hanya bunga tidur nya dan berharap mereka hanya menjahili nya saja lalu berkata 'sureprise! Ini hanya sebuah tipuan! Apa kau tertipu?'. Tapi itu semua rasanya sungguh tak mungkin mengingat yang ia alami kemarin begitu nyata.
Junhong berjalan keluar kamar nya layak nya zombie hidup. Penampilan nya sangat kacau dengan tatapan mata nya yang kosong. Berjalan menuruni anak tangga satu persatu. Perut nya sangat lapar jadi ia memasak ramen instan untuk dirinya sendiri.
Junhong membuat 2 ramen instan itu karena ia begitu lapar. Memakan nya dengan lahap tanpa mempedulikan ayah nya.
"Oh anak manis! Rupa nya kau sudah bangun?"
Junhong diam tak menjawab. Ia terus saja memakan ramen nya.
"Cepat selesaikan sarapan mu dan bergegas mandi juga berpakaian rapih. Aku akan mengajak mu ke suatu tempat."
Junhong diam. Mengacuhkan setiap perkataan ayah nya itu.
"Yak! Apa kau tuli hah?! Ku bilang cepat!"
Ayah Junhong berteriak sambil menggebrak meja makan. Membuat nafsu makan Junhong hilang seketika. Junhong meninggalkan ramen yang tinggal setengah itu dan berjalan ke atas kamar nya. Entah kenapa ia menuruti permintaan ayah nya untuk mandi dan berpakaian rapih.
* *
Ayah Junhong membawa nya ke sebuah rumah besar. Entah rumah milik siapa. Menggiring Junhong untuk masuk ke sebuah kamar dengan banyak foto anak kecil seumuran dengan Junhong.
Junhong menunggu dalam diam di kamar itu. Dalam hati nya ia bertanya-tanya 'untuk apa aku disini?'. Namun Junhong tak menemukan jawaban nya sampai pintu kamar itu terbuka dan pria dengan umur berkisar 40 tahun masuk ke dalam kamar itu.
"Kau pasti Choi Jun Hong bukan?" Tanya pria itu.
Junhong hanya mengangguk sambil memperhatikan pria itu.
"Ternyata kau lebih tampan dan manis dari foto mu. Ah! Panggil saja aku Tuan Park."
Lagi-lagi Junhong hanya mengangguk.
Tuan Park mendekati Junhong dan membelai pipi Junhong.
"Un-untuk apa aku disini?" Tanya Junhong takut.
"Untuk apa? Aku telah membayar mu kepada ayah mu. Jadi, kau harus melayani ku dengan puas." Jawab Tuan Park sambil menyunggingkan smirk nya.
Junhong terdiam, memikirkan apa maksud dari ucapan Tuan Park. 'Membayar? Melayani? Apa maksudnya?'
Hingga tiba-tiba Tuan Park menyentuh alat kelamin Junhong dan membuat Junhong menjerit kaget.
"Layani aku dengan puas, anak manis." Ucap Tuan Park sambil mendorong tubuh Junhong ke ranjang.
Apakah mungkin? Yak! TIDAAAKKK!
Junhong ingin sekali memberontak, tapi tenaga nya tak cukup kuat untuk melawan pria dewasa itu. Jadi ia hanya pasrah.
* *
Junhong kembali menangis dalam kamar nya. Ia tak mau keluar kamar nya semenjak pulang dari rumah Tuan Park. Kepolosan dan kesucian Junhong sudah ternodai oleh pria homo dan pedofil seperti Tuan Park. Terlebih lagi ayah nya sendiri lah yang menjual nya kepada Tuan Park. Sungguh kejam bukan?
* *
2 hari setelah kejadian itu, ayah Junhong masuk ke kamar Junhong. Menyuruh Junhong untuk ikut dengan nya lagi menemui Tuan Park. Bahkan ia tak mempedulikan Junhong yang sedang sakit dan tak mau makan semenjak kejadian itu. Ayah macam apa dia? Bahkan ia tak pantas di sebut sebagai seorang ayah.
* *
Kini Junhong tengah duduk dan menunggu dalam diam di kamar yang berada dalam rumah Tuan Park. Kamar yang sama dengan kamar yang telah menjadi saksi kekejaman yang telah menimpa Junhong.
Junhong sengaja mematikan lampu kamar itu dan tengah memegang sesuatu di tangan kiri nya yang ia sembunyikan di balik bantal.
CEKLEK
Pintu terbuka sebagai tanda Tuan Park masuk.
"Kenapa lampu nya mati?" Tanya Tuan Park heran.
"Aku-aku ingin lampu nya mati." Jawab Junhong gemetar.
"Oh! Kau mau bermain dalam gelap, baby? Baiklah itu tak masalah." Ucap Tuan Park.
Tuan Park menutup pintu dan berjalan mendekati Junhong. Sedangkan Junhong tengah bersiap dengan sesuatu di tangan nya.
"Kemarilah, baby." Ucap Tuan Park sambil membelai pipi Junhong.
JLEB
Junhong menusukkan pisau yang ia bawa sembunyi-sembunyi dari rumah nya ke perut Tuan Park.
"Kau! Akhh!!" Erang Tuan Park sambil memegang perut nya.
Junhong kembali menusukkan pisau itu, kali ini ke dada Tuan Park.
"Akhh! Anak sialan!" Teriak Tuan Park.
"Mati kau! Ahaha! Mati kau! Dasar pria tua homo! Mati kau! Dasar pedofil! Mati kau! Ahaha! Mati kau!" Ucap Junhong berkali-kali sambil terus menusukkan pisau itu ke tubuh Tuan Park.
Bagai kehilangan akal sehat, Junhong terus menusukkan pisau itu tanpa ampun ke tubuh Tuan Park tanpa menghiraukan erangan kesakitan Tuan Park. Tenaga Junhong juga mendadak kuat saat Tuan Park memberontak melawan nya.
* *
Kini Junhong tengah berjalan dengan pandangan kosong sambil memegang pisau tadi ke rumah nya. Hari sudah sangat larut jadi hanya sedikit orang yang melihat nya dengan penampilan sangat kacau dan darah di sekujur tubuh nya. Itu bukan darah Junhong, Junhong baik-baik saja. Tak ada sedikit pun luka di tubuh nya.
Darah itu adalah darah Tuan Park yang telah mati menggenaskan di rumah nya. Junhong selamat dari penglihatan pembantu-pembantu setia Tuan Park karena ia keluar rumah itu lewat jendela kamar dan mengendap-endap menjauhi rumah itu.
"Yak! Choi Jun Hong! Apa yang terjadi?" Teriak ayah Junhong saat Junhong datang ke rumah nya.
Junhong tak menjawab melainkan terus berjalan sambil menatap kosong ke arah nya.
"Jawab aku!" Teriak ayah Junhong menahan lengan Junhong.
"Aku.. Telah.. Membunuh pria homo itu.." Jawab Junhong santai.
"Apa? Yak! Bagaimana mungkin?!" Teriak ayah Junhong tak percaya.
"Kenapa? Kau ingin aku bunuh juha hah?" Tanya Junhong sambil mengacungkan pisau itu.
"Apa? Yak! Apa kau bilang hah?!" Teriak ayah Junhong.
JLEB
Junhong menusukkan pisau itu ke perut ayah nya.
"Aakhh! Apa yang kau lakukan?! Akhh!" Erang ayah Junhong.
JLEB
Junhong kembali menusukkan pisau itu ke tubuh ayah nya. "Apa yang ku lakukan? Aku tidak tau apa yang ku lakukan tapi ini sangat menyenangkan."
"Akhh!" Erang ayah Junhong saat Junhong kembali menusukkan pisau itu ke tubuh nya.
Junhong terus menusukkan pisau itu ke tubuh ayah nya tanpa ampun sampai ayah nya benar-benar tak bernyawa.
Junhong tertawa puas. "Mati kau! Ahaha!"
Setelah melakukan nya, Junhong mengambil bensin dari bagasi rumah nya dan menyiramkan nya ke sekujur jasad ayah nya. Membakar jasad ayah nya dan duduk di sofa depan jasad ayah nya yang terbakar.
"Tontonan yang sangat menarik." Ucap Junhong sambil memandang jasad ayah nya yang terbakar dengan pandangan kosong.
Api menyebar cepat dari jasad ayah Junhong ke seluruh rumah ini. Junhong tersenyum lalu kemudian ia tak sadarkan diri akibat kepala nya yang terasa sangat sakit dan perut nya yang lapar.
* *
Junhong membuka mata nya dan bertanya dalam batin nya 'apakah ini surga? Apakah ia sudah mati?'. Matanya menangkap berbagai alat kedokteran di sekeliling nya dan sebuah alat bantu pernafasan di mulut nya.
Rumah sakit? Ia tak mati. Ia berada di rumah sakit sekarang.
"Eomma! Junhong sudah sadar!" Teriak seseorang.
Junhong tau siapa itu, suara Junki, kakak kedua nya.
Tak lama kemudian, dokter dan seorang suster masuk ke dalam ruangan untuk memeriksa keadaan Junhong.
Junhong mengamati orang-orang di sekitar nya. Dokter,suster, dan kedua kakak nya. Entah kenapa wajah mereka berubah menjadi wajah ayah nya dan Tuan Park yang tengah menyeringai kepada nya.
"Kalian? Bagaimana mungkin? Pergi! Mati! Kalian sudah mati! Bunuh! Bunuh! Aku sudah membunuh kalian!" Teriak Junhong.
"Junhongie, apa yang kau katakan?" Tanya Junsik.
"Diam! Kau! Mati! Bunuh! Mati! Mati!" Racau Junhong.
Junhong terus meracau sampai dokter menyuntikkan obat penenang ke dalam tubuh nya.
* *
"Junhong beruntung ia masih sempat di selamatkan. Terlambat sedikit saja ia pasti akan ikut hangus terbakar." Ucap Dr. Kim, dokter yang menangani Junhong.
"Ya, aku sangat bersyukur Junhong selamat. Aku dan kedua anak ku langsung kemari saat mendengar kabar rumah dulu kami terbakar dan Junhong di bawa ke rumah sakit." Ujar ibu Junhong.
"Rupa nya Tuhan masih menginjinkan Junhong hidup." Kata Dr. Kim tersenyum.
"Ya, dokter. Apa yang terjadi pada Junhong?" Tanya ibu Junhong pada Dr. Kim.
"Junhong mengalami depresi. Selama ini ia mendapat tekanan batin yang membuat nya merasa sangat depresi. Tubuh nya juga sangat lemah. Seperti nya ia belum makan beberapa hari terakhir." Jawab Dr. Kim.
Ibu Junhong menangis mendengar keadaan Junhong seperti itu.
"Terlebih lagi adalah..." Dr. Kim menggantungkan ucapan nya. Ia menghela napas berat.
"Apa, dokter?" Tanya Junsik penasaran.
"Ia sangat mengalami hal-hal yang berat. Sepertinya Junhong sudah tidak suci lagi. He's not virgin again." Ucap Dr. Kim.
"A-apa?!" Pekik Junsik dan Junki kaget.
Ibu Junhong tercengang mendengar nya, ia menutup mulut nya untuk meredam suara tangis nya.
"I-ini salah ku. Hiks.. Ka-kalau saja aku tak meninggalkan nya dengan lelaki brengsek itu. Hiks.. Aku sadar ini bukan salah Junhong jika ia bukan anak kandung ku. Hiks.." Sesal ibu Junhong.
"Sudahlah, eomma." Ucap Junki menangkan ibu nya. * * Junhong beruntung umur nya masih 15 tahun. Jadi ia tidak di jebloskan ke penjara meski ia terbukti melakukan pembunuhan atas ayah nya dan Tuan Park. Ia masih terlindungi oleh undang-undang perlindungan anak.
Hari ini Junhong sudah bisa pulang dan meninggalkan rumah sakit. Tubuh nya sudah membaik.
"Tolong bawa pergi Junhong dan antarkan dia pulang ke rumah. Eomma akan mengurus biaya perawatan nya selama di rumah sakit bersama Junki." Ucap ibu Junhong kepada Junsik.
"Baik, eomma." Jawab Junsik.
* *
Junhong melihat pemandangan kota dan jalan raya melalui jendela mobil milik ibu nya sambil memikirkan sesuatu. Ia merapatkan jaket lusuh nya karena merasa sedikit kedinginan.
"Bagaimana keadaan mu?" Tanya Junsik membuyarkan lamunan Junhong.
"Keadaan ku membaik, hyung." Jawab Junhong.
"Baguslah." Ucap Junsik sambil tersenyum.
Junhong tersenyum dan kembali melihat pemandangan kota dan jalan raya.
Junsik memandangi Junhong. Bergidik ngeri membayangkan apa yang telah Junhong lakukan. Bagaimana bisa adik kecil nya ini bisa membunuh 2 orang pria dewasa dalam kurun waktu sehari? Sungguh mengejutkan adik kecil nya ini bisa menjadi malaikat pencabut nyawa.
"Junhongie, tunggu disini. Aku ingin membeli beberapa makanan ringan untuk mu nanti." Ucap Junsik sambil memparkirkan mobil nya di depan sebuah mini market.
Junhong mengangguk.
5 menit..
10 menit..
15 menit..
20 menit..
Junsik tak kunjung datang. Junhong lelah menunggu. Mungkin kakak nya itu ingin meninggalkan Junhong untuk yang kedua kali nya. Junhong tak mempermasalahkan itu lagi. Ia menjadi terbiasa di perlakukan seperti itu.
Ia melihat kerumunan wanita berpakaian seksi memasuki sebuah gang kecil di seberang jalan. Apa mereka pergi ke sebuah bar?
Tiba-tiba muncul ide gila di pikiran nya. Dengan mengambil beberapa lembar uang yang berada di dasbor mobil milik ibu nya, ia membuka pintu mobil itu dan pergi ke gang itu.
Tebakan nya benar, di dalam gang kecil itu terdapat sebuah bar yang di datangi orang-orang dewasa berbagai macam umur. Tak ada yang seumuran dengan nya tapi Junhong nekat masuk ke dalam bar itu.
"Halo anak kecil." Sapa seorang pria dewasa.
"Aku bukan anak kecil." Bantah Junhong dengan wajah tanpa ekspresi.
"Oh mencoba menjadi bad boy huh?" Tanya pria itu lagi.
Junhong menyunggingkan smirk nya. "Apa kau punya rokok?"
"Tentu saja." Jawab pria itu.
"Bisakah aku minta? Dan ijinkan aku bergabung dengan mu"
Junhong sudah terlanjur merubah sikap nya. Kini ia tak takut lagi pada siapapun. Ia ingin hidup sesuai kehendak nya tanpa di atur oleh siapa pun. Dan ia memilih untuk menjadi seorang bad boy.
-END-